Mangrove merupakan huntan pantai yang tumbuh di daerah tropis dan subtropics. Daerah pertumbuh mangrove merupakan suatu ekosistem yang spesifik, hal ini disebabkan oleh adanya proses kehidupan biota (flora dan fauna) yang saling berkaitan, baik yang di daratan maupun di lautan. Maka rantai makanan yang terdapat di mangrove ini tidak terputus.
Keberadaan hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan tahun 2005 terdapat di 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Tlanakan seluas 6,2 ha, Pademawu seluas 55,2 ha, Galis seluas 8,6 ha dan Larangan seluas 2,5 ha, Dengan total 683,9 ha. Berikut ini merupakan hasil interpretasi citra satelit Landsat untuk Kecamatan Pademawu.
Hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan memiliki mata rantai utama dalam jaringan makanan di ekosistem mangrove. Kehidupan dalam air biasanya dimulai dari fitoplankton (planton nabati) sebagai rantai makanan yang terendah. Namun, untuk kawasan hutan mangrove agak berbeda, karena konsentrasi fitoplanton lebih sedikit di bandingkan dengan perairan laut. Hal ini karena fitoplankton telah disubsitusi oleh daun-daun pohon pantai, terutama mangrove.
Daun mangrove yang gugur sebagai serasah daun akan didekomposisi oleh jasad renik yang akan dimakan oleh ikan atau detritus. Zat hara sangat berguna sebagai penyubur tanah dan sebagai makanan mikrofauna di hutan mangrove. Mikrofauna pemakan ditritus akan dimakan oleh ikan-ikan atau fauna yang lebih besar akan dimakan tingkat fauna yang lebih tinggi. Rantai makan tersebut akan terus berputar pada ekosistem hutan mangrove asal tidak ada pemutusan terhadap unsure pada rantai makanan tersebut. Sumber : http://www.environment.gov.au
Produktivitas Hutan Mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan
Hutan mangrove merupakan bagian ekosistem persisir, mempunyai produktivitas hayati tinggi. Logo dan Sendaker (1974) menegaskan bahwa produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5.000 gr C/m2/th.
Nilai produktivitas ini tergantung kepada toleransi jenis tumbuhan terhadap variasi factor lingkungan di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan. di kecamatan Pademawu dan Galis karena lahan tersebut sebagian besar sudah berubah menjadi permukiman, kawasan industri garam, tambak, dan sebagian akibat penambangan pasir pada kawasan mangrove yang berhadapan dengan laut dan pembuangan sampah yang tidak dapat terurai antara lain sampah plastic dan juga dari hasil analisa diketahui bahwa tinggi gelombang 0,70 m dan periodenya adalah 4,54 detik karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove dan perkembangan mangrove, maka bisa di pastikan produktivitas di daerah itu sangatlah berbeda dibandingkan di kecamatan Tlanakan dan Larangan, yang menglami keberhasilan rehabilitasi mangrove di berbagai kawasan selama lebih 5 tahun.
Walaupun produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5.000 gr C/m2/th, namun dari total produksi daun tersebut hanya sekitar 5% yang dikomsumsi langsung oleh hewan-hewan terrestrial pemakanya, sedangkan sisanya (95%) masuk ke lingkungan perairan sebagai debris dari serasah atau gugur daun karena itulah hutan mangrove mempunyai kandungan bahan organic yang sangat tinggi. Kondisi ini sering di manfaatkan oleh para petani tambak untuk budidaya perikanan.
Daur materi dan daur energi dalam ekosistem mangrove dapat diawali dari biomassa mangrove. Akumulasi biomassa merupakan total bahan tumbuhan yang dihasilkan di atas dan di bawah permukaan tanah dalam periode waktu tertentu. Umumnya hutan mangrove sangat produktif. Produktifitas itu tergantung pada karbon yang terinkoorporasi dalam proses fotosintesis yang menghasilkan bahan tumbuhan baru. Produsi biomassa pada kurun waktu terntentu sangat sukar diukur dan sangat bervariasi. Produktivitas hutan mangrove dapat sangat kecil jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan.
Kontribusi mangrove sebagai sumber karbon dalam rantai makanan tergantung pada jumlah daun dan ranting yang rontok ke lumpur disebut seresah (letter). Seresah yang masuk ke air dapat menjadi makanan bagi beberapa hewan dan serangga, namun ini hanya menghabiskan sumber karbon yang kecil sekali.
Diperkirakan seresah mangrove yang teremdam air mengeluarkan karbon yang dapat tersedia langsung (dimanfaatkan oleh plankton) dan sisanya diuraikan oleh beraneka ragam jamur dan mikroba yang membuat seresah tersebut lebih sesuai untuk hewan yang lebih kecil. Hewan ini selanjutnya di makan oleh hewan yang lebih besar. Dengan demikian, aliran energi dalam ekosistem mangrove dapat berlangusung.
Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun (serasah) yang banyak mengandung unsure hara tersebut tidak langsung mengalami pelapukan atau pembusukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos ini memiliki peranan yang sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi makrobentos itu sendiri.
Makrobentos berperan sebagai decomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh organism yang lebih kecil, yakni miroorganisme (bakteri, fungi, protozoa, dan lainnya). Pada umunnya, keberadaan makrobentos mempercepat proses dekomposisi.
Selanjutnya komponen pengurai di wilayah persisir didominasi oleh jenis bakteri. Bakteri yang di temukan hidup di mangrove terdiri atas bakteri autotrof dan heterotrof. Peranan bakteri di dalam sedimen di wilayah persisir sama dengan bakteri di dalam tanah yaitu sebagai pengurai bahan organic sehingga dapat di manfaatkan kembali. Kepadatan bakteri dalam sedimen persisir berkisar 10-108 ekor per gram sedimen. Tingkat kepadatan bakteri dalam sedimen tergantung pada kandungan bahan organic. Organism pemakan detritus memperoleh energi dengan cara mencerna bakteri, protozoa, dan jasad renik yang berasosiasi dengan detritus.
Selain berperan dalam proses dekomposisi bakteri dalam perairan mangrove berperan juga dalam rantai makanan. Dilaporkan bahwa jenis bakau-bakau yang mulai membusuk mengandunk 3,1% protein, dan setelah 12 bulan kandungan ini meningkat sampai 21%. Dengan demikian, pemakan pratikel seperti zooplankton, beberapa jenis ikan karang, dan udang dapat memperoleh makanan berprotein tinggi.
Sumber :
Soeroyo.1987. Aliran Energi Pada Ekosistem Mangrove. Lipi
Suprakto, Bambang. 2005. Studi Tentang Dinamika Mangrove Mangrove Kawasan Persisir Selatan Kabupaten Pamekasan Provinsi Jawa Timur Dengan Data Penginderaan Jauh. Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember,. Bogor.
Suparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize, Semarang.
Keberadaan hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan tahun 2005 terdapat di 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Tlanakan seluas 6,2 ha, Pademawu seluas 55,2 ha, Galis seluas 8,6 ha dan Larangan seluas 2,5 ha, Dengan total 683,9 ha. Berikut ini merupakan hasil interpretasi citra satelit Landsat untuk Kecamatan Pademawu.
Hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan memiliki mata rantai utama dalam jaringan makanan di ekosistem mangrove. Kehidupan dalam air biasanya dimulai dari fitoplankton (planton nabati) sebagai rantai makanan yang terendah. Namun, untuk kawasan hutan mangrove agak berbeda, karena konsentrasi fitoplanton lebih sedikit di bandingkan dengan perairan laut. Hal ini karena fitoplankton telah disubsitusi oleh daun-daun pohon pantai, terutama mangrove.
Daun mangrove yang gugur sebagai serasah daun akan didekomposisi oleh jasad renik yang akan dimakan oleh ikan atau detritus. Zat hara sangat berguna sebagai penyubur tanah dan sebagai makanan mikrofauna di hutan mangrove. Mikrofauna pemakan ditritus akan dimakan oleh ikan-ikan atau fauna yang lebih besar akan dimakan tingkat fauna yang lebih tinggi. Rantai makan tersebut akan terus berputar pada ekosistem hutan mangrove asal tidak ada pemutusan terhadap unsure pada rantai makanan tersebut. Sumber : http://www.environment.gov.au
Produktivitas Hutan Mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan
Hutan mangrove merupakan bagian ekosistem persisir, mempunyai produktivitas hayati tinggi. Logo dan Sendaker (1974) menegaskan bahwa produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5.000 gr C/m2/th.
Nilai produktivitas ini tergantung kepada toleransi jenis tumbuhan terhadap variasi factor lingkungan di Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan. di kecamatan Pademawu dan Galis karena lahan tersebut sebagian besar sudah berubah menjadi permukiman, kawasan industri garam, tambak, dan sebagian akibat penambangan pasir pada kawasan mangrove yang berhadapan dengan laut dan pembuangan sampah yang tidak dapat terurai antara lain sampah plastic dan juga dari hasil analisa diketahui bahwa tinggi gelombang 0,70 m dan periodenya adalah 4,54 detik karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove dan perkembangan mangrove, maka bisa di pastikan produktivitas di daerah itu sangatlah berbeda dibandingkan di kecamatan Tlanakan dan Larangan, yang menglami keberhasilan rehabilitasi mangrove di berbagai kawasan selama lebih 5 tahun.
Walaupun produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5.000 gr C/m2/th, namun dari total produksi daun tersebut hanya sekitar 5% yang dikomsumsi langsung oleh hewan-hewan terrestrial pemakanya, sedangkan sisanya (95%) masuk ke lingkungan perairan sebagai debris dari serasah atau gugur daun karena itulah hutan mangrove mempunyai kandungan bahan organic yang sangat tinggi. Kondisi ini sering di manfaatkan oleh para petani tambak untuk budidaya perikanan.
Daur materi dan daur energi dalam ekosistem mangrove dapat diawali dari biomassa mangrove. Akumulasi biomassa merupakan total bahan tumbuhan yang dihasilkan di atas dan di bawah permukaan tanah dalam periode waktu tertentu. Umumnya hutan mangrove sangat produktif. Produktifitas itu tergantung pada karbon yang terinkoorporasi dalam proses fotosintesis yang menghasilkan bahan tumbuhan baru. Produsi biomassa pada kurun waktu terntentu sangat sukar diukur dan sangat bervariasi. Produktivitas hutan mangrove dapat sangat kecil jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan.
Kontribusi mangrove sebagai sumber karbon dalam rantai makanan tergantung pada jumlah daun dan ranting yang rontok ke lumpur disebut seresah (letter). Seresah yang masuk ke air dapat menjadi makanan bagi beberapa hewan dan serangga, namun ini hanya menghabiskan sumber karbon yang kecil sekali.
Diperkirakan seresah mangrove yang teremdam air mengeluarkan karbon yang dapat tersedia langsung (dimanfaatkan oleh plankton) dan sisanya diuraikan oleh beraneka ragam jamur dan mikroba yang membuat seresah tersebut lebih sesuai untuk hewan yang lebih kecil. Hewan ini selanjutnya di makan oleh hewan yang lebih besar. Dengan demikian, aliran energi dalam ekosistem mangrove dapat berlangusung.
Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun (serasah) yang banyak mengandung unsure hara tersebut tidak langsung mengalami pelapukan atau pembusukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos ini memiliki peranan yang sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi makrobentos itu sendiri.
Makrobentos berperan sebagai decomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh organism yang lebih kecil, yakni miroorganisme (bakteri, fungi, protozoa, dan lainnya). Pada umunnya, keberadaan makrobentos mempercepat proses dekomposisi.
Selanjutnya komponen pengurai di wilayah persisir didominasi oleh jenis bakteri. Bakteri yang di temukan hidup di mangrove terdiri atas bakteri autotrof dan heterotrof. Peranan bakteri di dalam sedimen di wilayah persisir sama dengan bakteri di dalam tanah yaitu sebagai pengurai bahan organic sehingga dapat di manfaatkan kembali. Kepadatan bakteri dalam sedimen persisir berkisar 10-108 ekor per gram sedimen. Tingkat kepadatan bakteri dalam sedimen tergantung pada kandungan bahan organic. Organism pemakan detritus memperoleh energi dengan cara mencerna bakteri, protozoa, dan jasad renik yang berasosiasi dengan detritus.
Selain berperan dalam proses dekomposisi bakteri dalam perairan mangrove berperan juga dalam rantai makanan. Dilaporkan bahwa jenis bakau-bakau yang mulai membusuk mengandunk 3,1% protein, dan setelah 12 bulan kandungan ini meningkat sampai 21%. Dengan demikian, pemakan pratikel seperti zooplankton, beberapa jenis ikan karang, dan udang dapat memperoleh makanan berprotein tinggi.
Sumber :
Soeroyo.1987. Aliran Energi Pada Ekosistem Mangrove. Lipi
Suprakto, Bambang. 2005. Studi Tentang Dinamika Mangrove Mangrove Kawasan Persisir Selatan Kabupaten Pamekasan Provinsi Jawa Timur Dengan Data Penginderaan Jauh. Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember,. Bogor.
Suparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize, Semarang.
Categories:
Saint
Post a Comment